top of page
Cari
  • wolfberry2017

Cangkang Kelomang 'Berevolusi' gegara Sampah Plastik



Jakarta - Para pecinta satwa ramai-ramai memposting foto kelomang dari berbagai perairan dunia. Ada satu persamaan yang tampak, yaitu cangkang si kelomang!


Dilansir dari BBC pada Sabtu (27/1/2024), cangkang kelomang sudah berevolusi. Mereka tidak lagi pindah ke cangkang bekas siput, tetapi justru ke sampah-sampah plastik yang masuk ke laut.


Foto-foto ini dipublikasikan di Jurnal Science of the Total Environment. Kenyataan itu terlihat sangat menyayat hati.


Marta Szulkin, ahli ekologi perkotaan dari Universitas Warsawa, mengatakan bahwa cangkang sampah plastik kelomang itu menjadi kebiasaan baru.


"Daripada di cangkang siput indah seperti yang biasa kita lihat, mereka memilih tutup botol plastik merah di punggungnya atau sepotong bola lampu," kata Szulkin.


Ia dan rekannya di Universitas Warsawa, Zuzanna Jagiello dan Lukasz Dylewski, menemukan total 386 kelomang yang menggunakan 'cangkang buatan' alias sampah, terutama tutup plastik.


"Menurut perhitungan kami, sepuluh dari 16 spesies kelomang di dunia menggunakan jenis perlindungan ini dan hal ini telah diamati di seluruh wilayah tropis di bumi," ujar dia.



Sejauh ini, mereka belum bisa memberikan keterangan soal risiko dari sampah laut bagi kesehatan kelomang. Apalagi, mereka adalah krustasea kecil dengan kategori rentan.


"Ketika saya pertama kali melihat foto-foto ini, saya merasa sangat sedih," kata Szulkin.


Di saat itu juga, ia berpikir bahwa manusia seharusnya memahami bahwa selama ini hewan memanfaatkan apa yang tersedia bagi mereka. Studi ekologi berbasis internet ini mengungkapkan bahwa penggunaan cangkang buatan merupakan fenomena global.


"Kami melihatnya pada dua pertiga dari seluruh spesies kelomang darat. Itulah yang dapat kami identifikasi hanya dengan menggunakan gambar yang diambil oleh wisatawan," kata dia.


Para peneliti mengatakan temuan ini membuka pertanyaan baru tentang bagaimana krustasea pesisir berinteraksi dan menggunakan plastik. Seluruh kelompok kepiting telah beradaptasi untuk mengais dan menggunakan cangkang siput yang dibuang untuk melindungi tubuh mereka yang rapuh.


"Jika persediaan cangkangnya terbatas, kepiting akan berebut cangkang tersebut," kata dia. Peneliti mengatakan bahwa cangkang siput alami semakin berkurang di alam. Szulkin menduga bahwa sampah menjadi alternatif buatan karena lebih mudah ditemukan.


"Dan cangkang plastik yang lebih ringan bahkan mungkin membantu kepiting yang lebih kecil dan lebih lemah untuk bertahan hidup karena lebih mudah dibawa," ujar dia.


Sampah plastik yang masuk ke lingkungan laut semakin banyak tiap hari. Sebuah studi baru-baru ini yang berupaya mengukur skala polusi plastik memperkirakan setidaknya 171 triliun keping plastik sedang mengapung di lautan.


Jumlah ini bisa meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2040. Namun, secercah harapan muncul dari penandatangan perjanjian global tahun 2024. Peneliti berharap perjanjian itu bisa mengakhiri momok plastik dan dapat membawa perubahan.



3 tampilan0 komentar

Comments


bottom of page